Sabtu, 03 September 2011

Hukum-Hukum Ibadah

Hukum-Hukum Ibadah
Terjemah Buku Diktat Tingkat Satu Syariah Islamiyah Banat Tentang Hukum-Hukum Ibadah dalam Madzhab Imam Syafi’I RahimaAllah Ta’aala


Kuliah Dirasat Islamiyah wal Arobiyah Banat
Universitas Al-Azhar Kairo



Kata Pengantar
Terimakasih yang sangat saya haturkan kepada Allah SWT, karena-Nya saya memiliki kesempatan yang sangat berharga belajar di Al-Azhar ini. Kedua saya berterimakasih kepada orangtua saya yang telah memotivasi saya untuk menulis dan memposting tulisan ini di blog, semoga Allah selalu melindungi dan mengayomi mereka, Amiin ya Rabbal’aalamiin.
Terjemahan dari muqorror tingkat 1 syariah islamiyah banat, Ahkamul Ibadat yang dikarang oleh DR. Ahmad Ahmad Ibrahim. Disini saya hanya belajar untuk menterjemah, bila ada kekurangan ataupun kesalahan mohon untuk dikoreksi dan memberikan islahnya.
 Adapun tujuan penulisan ini, yang pertama saya ingin melatih diri saya dalam menterjemah yang benar dari bahasa arab ke bahasa Indonesia. Kedua, saya ingin menghasilkan sesuatu yang bermanfaat selama saya belajar di Al-Azhar, mungkin dengan adanya terjemahan ini bisa membantu adik-adik kelas selanjutnya dalam memahami isi muqorror. Ketiga, saya sengaja memposting di blog saya agar file-file yang saya punya masih ada rekapannya jika file-file yang di laptop hilang. Dan yang terakhir saya ingin mengamalkan ilmu yang saya dapat, semoga siapa saja yang membacanya bisa bertambah ilmunya, Amiin ya Rabb.
Semoga tulisan ini bermanfaat, terimakasih telah bersedia membaca dan saya tunggu kritikan dan islah bila ada kesalahan.


Cairo, 25 Agustus 2011










Pendahuluan
Artikel Tentang Imam Syafi’i

1.    Silsilah Imam Syafi’i
Imam Syafi’I nama aslinya adalah Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin saaib bin Abdullah bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Mutholib bin Abdi Manaf bin Qoshil Qursy Al-Muthollibi As-Syafi’I Al-Hijazi Al-Makiyi bertemu dengan Rasulullah SAW pada Abdu Manaf, beliau adalah Quraisy Muthollibi menurut ahli naql.

2.    Kelahirannya
Banyak riwayat yang mengatakan bahwa Imam Syafi’I lahir di Gaza, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa beliau lahir di ‘Asqalan sekita 3 farsakh dari kota Gaza. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H yaitu pada tahun wafatnya Imam Abi Hanifah

3.    Pertumbuhan Imam Syafi’I dan Bakat-bakatnya
Imam Syafi’I tumbuh dalam rumah yang serba kekurangan, beliau seorang yatim, beliau hafal Al-Qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW, hal tersebut menjadi sebab fasihnya beliau dalam berbahasa arab,beliau juga suka membaca syair dan pandai dalam memanah.
Imam Syafi’I belajar di Mekkah Al-Mukarromah kepada para Fuqoha dan Muhadditsinnya,beliau membaca dan menghafal kitab Al-Muwattha milik Imam Malik dan belajar dalam bimbingan Imam Malik. Imam Syafi’I dikaruniai keberuntungan yang melimpah diantaranya sifat-sifat luhur yang menjadikannya memiliki tempat yg terpandang diantara para Fuqoha. Beliau memiliki akal dan fikiran yang kuat, mendatangkan kebenaran yang tak terbantahkan, penjelasannya kuat, dan ungkapannya jelas. Sebagian mereka berkata Imam Syafi’I apabila membaca Al-Qur’an menangis kedua matanya, pandangannya berpengaruh, firasatnya kuat dan hal-hal tersebut menjadi sebab berkumpulnya banyak sahabat dan murid di sekelilingnya. Beliau selalu membersihakan dirinya dari kotoran dan kejelekan dunia, karena itu beliau selalu ikhlas dalam mencari kebenaran dan pengetahuan, dans beliau mencari ilmu karena Allah.


Bila kita hendak memeriksa dan menghitung sifat-sifat yang ada pada Imam Syafi’i, kita tidak akan mampu menandingi kebenarannya. Semoga ganjaran dan pahala diberikan kepadanya dan semoga ilmunya bermanfaat bagi kita Insyaallah.

Macam-macam Qoul (Ucapan) dalam Madzhab Imam Syafi’I dan Mustholah Madzhab-nya
Perbedaan pendapat dalam Madzhab Imam Syafi’I dibagi 3, yaitu :
1.    Aqwal (Ucapan)
Aqwal dinisbatkan kepada Imam syafi’I, maka pendapat-pendapat yang berbeda dalam beberapa masalah disebut ‘’Aqwal’’. Terkadang qoul tersebut dua-duanya qoul lama, terkadang qoul baru atau qoul lama dan baru, terkadang Imam Syafi’I mengatakannya dalam satu waktu, adapula beliau mengatakannya dalam dua waktu, terkadang ‘rajih salah satunya kadang tidak.
Banyaknya qoul Imam Syafi’I menyebabkan terbukanya pintu yang luas bagi para mujtahid untuk me’rajih dan memilih serta memperbaiki dasar yang dibangun oleh pilihan tersebut.
2. Aujah (Pendapat)
Aujah ini dikhususkan bagi para sahabat Imam Syafi’I yang dinisbatkan kepada madzhabnya yang para sahabat tersebut mengeluarkan aujah ini atas dasar yang bersumber dari Imam Syafi’I dan menetapkannya dengan kaidah-kaidah dari beliau, dan mereka berijtihad pada sebagian aujah ini bila mereka tidak mengambil dari dasar yang ada pada Imam Syafi’i. Terkadang dua wajh/segi untuk dua orang dan bisa juga untuk satu orang. Bila dipakai untuk satu orang maka akan terbagi kepada qoul yang bermacam-macam.
Banyaknya aujah yang para mujtahid keluarkan pada bagian cabang bisa berpengaruh terhadap aqwal Imam Syafi’I dalam hukum-hukum yang beliau tetapkan.
3.    Thuruq (Metode)
Thuruq adalah perbedaan-perbedaan riwayat madzhab dalam hikayat madzhab. Misalnya sebagian mujtahid berkata dalam satu masalah dengan 2 qoul atau 2 wajh, maka sebagian yang lain tidak boleh berkata dengan satu qoul atau satu wajh, atau mengatakan salah satunya dalam masalah yang rinci. Ucapan sebagian mujtahid yang lain tersebut dapat menyebabkan perbedaan yang mutlak. Para mujtahid menggunakan 2 wajh dalam 2 cara ataupun sebaliknya. Mereka menggunakan hal tersebut karena cara/thuruq dan wajh dalam arti sama sebagai kalam sahabat Imam Syafi’i.
Dalam dua qoul atau dua wajh orang yang memberi fatwa/mufti dalam madzhab Imam Syafi’I tidak boleh beramal se-kehendaknya dari dua qoul atau dua wajh tersebut tanpa adanya pendapat. Wajib kepada mufti beramal dengan yang lainnya selain dua qoul tersebut jika ia mengetahui benarnya amalan tersebut, jika ia tidak mengetahui maka ia harus mengerjakan apa yang telah Imam Syafi’I rajihkan. Bila Imam Syafi’I mengatakan dua qoul tersebut dalam satu keadaan dan tidak ada yang rajih dari keduanya, maka wajib bagi mufti untuk mencari qoul mana yang kebih rajih. Kemudian mufti mengamalkan yang rajih tersebut meskipun ia adalah ahli dalam mentakhrij atau mentarjih namun hanya menemukan sedikit tentang yang rajih tersebut dari nash-nash yang ada pada Imam Syafi’i. Jika ia bukan ahli maka hendaknya ia menukil dari sahabat-sahabat Imam Syafi’I, namun jika ia tidak menemukan yang rajih maka ia boleh berhenti mencarinya.
Dengan adanya dua wajh maka akan diketahui darinya mana yang rajih, kecuali jika tidak ada ungkapan pada dua wajh itu mana yang lama dan mana yang baru, kecuali jika terjadi hanya pada satu orang. Bila salah satu dari dua wajh itu di-nash-kan dan yang lainnya di-takhrij-kan maka yang di-nash-kan adalah shahih, maka secara umum wajib beramal dengan yang shahih.

Beberapa hal yang membantu mentakhrij dalam madzhab Imam Syafi’I adalah sebagai berikut :
1.    Bahwa Imam Syafi’i memiliki dasar-dasar yang teratur dan telah ditetapkan, beliau juga memiliki hukum-hukum dalam masalah furu’/cabang yang telah diketahui sebab-sebabnya dengan naql yang telah beliau ambil, atau mungkin sebab-sebab tersebut telah diketahui dengan istinbat.
2.    Ditemukan dalam madzhab Imam Syafi’I para mujtahid yang mengikuti cara beliau dalam menetapkan hukum dan mereka memiliki kemampuan dalam meng-istinbat dan men-takhrij suatu hukum.
Ada beberapa istilah dalam madzhab Imam Syafi’i yang membantu dalam kitab-kitab madzhabnya. Istilah-istilah dalam madzhab Imam Syafi’I ini mencapai 11 shigat, yaitu :
1.    Al-Adhar
2.    Al-Masyhur
3.    Al-Qadiim
4.    Al-Jadiid
5.    Fii qoul
6.    Fii qoul qadiim
7.    Ashoh
8.    Shahih
9.    Qiila
10.           Nash
11.           Madzhab
Shigat/bentuk-bentuk ini terbagi kepada 4 bagian, yaitu :
1.    Al-Adhar, Al-Masyhur, Al-Qadiim, Al-Jadiid, Fii qoul, Fii qoul qadiim, adalah ucapan Imam Syafi’I meskipun sebenarnya “fii qoul qadiim” bukanlah ucapan Imam Syafi’i
2.    Ashoh, Shahih, Qiila, ini semua termasuk aujah
3.    Nash untuk menyusun aujah dan aqwal
4.    Madzhab meliputi aqwal dan aujah atau yang menyusun aqwal dan aujah tersebut
Adapun cara-cara dalam menggunakan bentuk-bentuk ini adalah sebagai berikut :
1.    Al-Adhar dan Al-Masyhur : termasuk ke dalam dua qoul atau beberapa qoul Imam Syafi’I. Jika perbedaan pendapatnya kuat maka dikatakan Adhar Musya’ir karena tampaknya bandingan qoul. Jika perbedaan pendapatnya tidak kuat maka dikatakan Masyhur Musya’ir karena bandingan qoulnya tidak tampak.
2.    Shahih dan Ashoh : termasuk ke dalam dua wajh atau beberapa wajh sahabat Imam Syafi’I yang mereka mengeluarkannya dari kalam Imam Syafi’i. Jika perbedaan pendapatnya kuat maka dikatakan Ashoh dan jika perbedaan pendapatnya tidak kuat maka dikatakan Shahih.
3.    Madzhab : termasuk ke dalam dua cara atau beberapa cara, yaitu perbedaan pendapat para sahabat dalam hikayat madzhab. Seperti yang dihikayatkan sebagian sahabat dalam masalah dua qoul atau dua wajh yang bukan baru, sebagian sahabat memotong salah satu qoul atau wajh, kemudian yang rajih adalah yang diungkapkan dalam Madzhab.
4.    Nash : yaitu nash Imam Syafi’I yang ada di dalamnya bandingan wajh yang lemah atau qoul yang dikeluarkan dari nash miliknya dalam pendapat pada masalah yang tidak perlu untuk diamalkan, dan yang dimaksud dengan nash adalah yang rajih menurut Imam Syafi’i.
5.    Al-Jadiid dan Al-Qadiim : yaitu setiap masalah yang di dalamnya ada dua qoul Imam Syafi’I yang lama dan yang baru. Jadiid/baru adalah shahih dan boleh beramal dengannya karena qadiim/lama merujuk kepadanya. Ada pengecualian dari hal tersebut, misalnya 20 masalah atau lebih.

Qadiim atau lama adalah apa-apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’I di Iraq sebelum masuk ke Mesir. Dan tidak termasuk ke dalam Madzhab apapun yang tidak menunjukan kepada nash atau merajihkannya orang yang ahli dalam mentarjih diantara para sahabat dan yang masyhur dari rawi qadiim/lama adalah Karaabiisiy, Za’faraany, Abu Tsauri dan Ahmad bin Hanbal.
Jadiid/baru adalah segala sesuatu yang dikatakan Imam Syafi’I di Mesir setelah memasukinya atau yang beliau tetapkan saat berada di Mesir meskipun beliau telah mengatakannya di Iraq. Rawi yang terkenal dalam qoul jadiid diantaranya : Mazany, Bouity, Robii’ Almurody, Robii’ Alhaizy dan lain sebagainya.

6.    Qiila yaitu wajh dha’if, shahih dan ashoh adalah kebalikannya.
7.    Dalam qoul ini, yaitu qoul yang rajih adalah kebalikannya.

Hikmah-hikmah yang Bersumber dari Imam Syafi’i

Imam Syafi’I memiliki ucapan yang sangat banyak mengandung hikmah. Ucapan beliau tersebut menunjukan pada sifat-sifat, keutamaan-keutamaan serta ilmu sehingga Imam Nawawi mengibaratkan hal-hal tersebut sebagai hikmah. Diantara ucapan-ucapan Imam syafi’I tersebut adalah sebagai berikut :

1.    من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الاخرة فعليه بالعلم                                      

"Barangsiapa yang menginginkan dunia maka harus dengan ilmu dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu pula"


2.       خير الدنيا و الاخرة في خمس خصال غني النفس و كف الاذى و كسب الحلال   ولباس التقوى والثقة بالله تعالى على كل حال 

"Kebaikan dunia dan akhirat itu terletak pada 5 perkara, berjiwa kaya, menjaga untuk tidak menyakiti siapapun, mengusahakan yang halal, memakai baju taqwa, dan percaya kepada Allah Ta’alaa dalam setiap urusan"


3.    سياسة الناس أشد من سياسة الدواب                                                        

"Politik manusia itu lebih licik dari politiknya binatang"



4.                      لا يكمل الرجال في الدنيا الا باربع : باالديانة و الاما و الصيانة و الرزانة

"Tidak sempurna laki-laki di dunia kecuali dengan 4 perkara, yaitu : dengan agama, amanat, menjaga dan bersungguh-sungguh"


5.                    من وعظ اخاه سرا فقد نصحه وزانه, ومن وعظه علا نية فقد فضحه و شانه

"Barangsiapa yang menasehati saudaranya secara tertutup maka sungguh ia telah membenarkan dan menghiasinya, dan barangsiapa yang menasehati saudaranya secara terang-terangan maka sungguh ia telah membuka kejelekan dan menodainya"

6.                  التوضع من اخلاق الكرام والتكبر من شيم اللئام                                 

 "Rendah hati termasuk akhlak yang mulia sedangkan sombong adalah akhlak yang tercela"







Keutamaan Mencari Ilmu dan Mengamalkannya

1.    Anjuran untuk Mencari Ilmu dan Mengamalkannya

Banyak sekali ayat, hadits dan atsar yang memberitahukan tentang keutamaan ilmu dan anjuran untuk memperoleh ilmu serta bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengamalkannya. Allah SWT berfirman :

1.                  يرفع الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات                        

"Allah SWT akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (Al-Mujadilah : 11)


2.                 هل يستوي الذين يعلموئ و الذين لا يعلمون                                 

"Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar : 9)


3.                  ربي زدني علما                                                                

"Ya Tuhan-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku." (Thaha : 114)


Diantara hadits-hadits Nabi yang mengabarkan tentang keutamaan mencari ilmu dan mengamalkannya adalah sebagai berikut :

1.    من دعا الي الهدى كان له من الاجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا, و من دعا الى ضلالة كان عليه من الاثم مثل أثام من تبعه لا ينقص ذلك من أثامهم      
 
"Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk yang benar maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari pahalanya tersebut, dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari dosanya tersebut."

2.       وروي عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال" سمعت رسول الله صلي الله عليه و سلم يقول : من سلك طريقا يبتغي فيه علما سهل الله طريقا الي الجنة وأن الملا ئكة لتضع اجنحتها لطالب العلم رضاء, و فضل العالم علي العابد كفضل القمر علي سائر الكوكب, وأن العلماء ورثة الانبياء, وأن الانبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما و انما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر


"Diriwayatkan dari Abu Darda RA beliau berkata : " Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : " barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan untuknya jalan ke surga, dan sesungguhnya para malaikat meletakan sayap-sayapnya dengan ridho bagi pencari ilmu, keutamaan orang yang berilmu daripada ahli ibadah diibaratkan seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang, para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar, tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambil bagiannya maka ia telah mengambil keberuntungan yang besar."


Adapun atsar yang menunjukan tentang keutamaan ilmu salah satunya bersumber dari Ali RA , beliau berkata bahwa cukuplah kemuliaan itu dengan ilmu, niscaya akan membutuhkan kepadanya orang yang tidak berbuat baik padanya dan siapapun akan bahagia jika berhubungan dengannya, dan cukuplah kehinaan itu dengan kebodohan maka orang yang dekat dengannya-pun akan menjauh. Menyibukan diri dengan ilmu itu lebih utama daripada menyibukan diri dengan shalat-shalat sunnah, shaum, shalat tasbih, dll. Derajat yang mencari ilmu di sisi Allah diibaratkan seperti syuhada.diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, beliau berkata : “ Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : ” Apabila datang kematian kepada pencari ilmu maka ia mati dalam keadaan Syahid “.
Manfaat ilmu bisa dirasakan oleh pemilikinya dan bagi yang lain juga, berbeda dengan melaksanakan shalat-shalat sunnah yang manfaatnya hanya diperuntukan bagi yang melaksanakannya saja, oleh karena itu menyibukan diri dengan ilmu itu lebih utama daripada dengan shalat sunnah. Sebagaimana ilmu itu membenarkan yang salah, dan para ulama adalah pewaris para nabi sedangkan orang yang suka beribadah tidak disifati seperti hal-nya para ulama. Ilmu itu akan terasa faedahnya meskipun pemiliknya telah wafat, berbeda dengan shalat sunnah yang akan terputus jika orang itu meninggal.
Ilmu itu fardu kifayah, Imam Al-Haramain berkata : fardu kifayah itu lebih utama dari fardhu ‘ain dimana yang mengerjakannya adalah pengganti dari umat dan gugurnya kesulitan bagi umat tersebut karena ada yang telah menjadi pengganti, jadi tidak semua harus melaksanakan, adapun fardhu ‘ain maka semua harus melaksanakan.
Pencari ilmu itu harus berniat karena Allah SWT, bukan untuk tujuan duniawi, politik, ingin dikenal dan sebagainya. Bila ia berniat seperti itu, maka Allah SWT akan mencelanya. Rasulullah pernah bersabda bahwa barangsiapa yang mencari ilmu bukan karena Allah melainkan dengan maksud mencari duniawi, maka ia tak akan mencium wanginya surga.
Dalam suatu hadits juga disebutkan bahwa kita dilarang menyakiti fuqoha atau ulama. Riwayat hadits tersebut dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata : ”Barangsiapa yang menyakiti seorang ahli ilmu/faqih maka sungguh ia telah menyakiti Rasulullah SAW, dan barangsiapa yang menyakiti Rasulullah maka ia telah menyakiti Allah SWT”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar